Hari Sabtu 26 Januari 2011, suasana sekitar jeruk purut menjadi lebih kelam dari biasanya. Bukan..bukan karena kebetulan kuburan legendaris Jakarta ada disana. Malam itu bertempat di Lumbung Padi Cafe sedang berlangsung Proud To Be Loud. Acara yang diprakarsai oleh Formi (Forum Musik Indie) untuk malam itu diluar kebiasaan disambangi oleh band-band super jahat dari metal scene Jakarta. Acara diawali oleh Bobrocks, Fever To Tell, dan Steenrots yang sangat kental aroma rock 'n' roll.
Terasa agak kosong pada saat pergantian antar band karena ketidakmatangan penyelenggara maupun rundown sehingga suasana dan ambient yang susah payah dibangun band terasa hambar saat jeda. Namun atmosfir berubah liar ketika Inlander mengisi stage. Bani (Vokal) menghantam Lumbung Padi dengan ‘Bombardir’, ‘Get it off’, ‘We will Fight’. Pasukan old skool bernostalgia ketika ' Astrozombies' milik Misfits dimainkan. Sesekali dari penonton terdengar siulan dari beberapa fans Tomio (bass).
Tanpa banyak basa-basi, ataupun diselingi band 'lembut', Lilith Project menghancurleburkan para pria yang hadir malam itu. All Female Metal band ini adalah gabungan antara old skool yang diwakili oleh Pima (gitar), Vivi (bass) dan new skool lewat Ika (gitar), Kiki (drum), Icha (vokal). 'Through Struggle' milik As I Lay Dying dan 'Rose of Sharyn' dari Kill Switch Engage menjadi 2 nomor pembuka. Setelah merubah tuning dari drop D ke standar, Kiki membuka lewat intro drumming yang sangat terkenal seantero jagat. Yes, ' Territory' dari Sepultura dan ditutup oleh ' People Of The Lie ' dari Kreator dengan solo-solo yang dimuntahkan Pima via excalibur klasiknya, Ibanez RG 570 desert yellow. Meski hantu-hantu Jeruk Purut mungkin telah keluar sarangnya karena distorsi tegangan tinggi, band progresif metal Zi Factor tanpa ampun menghantam kembali. Twin shredding brothers dari Ezra dan Eddy membelalakkan mata penonton akan keajaiban 6 senar.
Seolah malam itu ada klinik gitar extra. Giliran berikutnya adalah para pasukan muda, Social Black Yelling. Umur bukanlah batasan untuk kualitas dan kekayaan musik dibuktikan oleh mereka. Bocah-bocah kejam ini memanggil para hantu untuk gentayangan lewat nomor-nomor mereka sendiri, ‘Rudeness beyond the Wall’, ‘Disturbance Teritorry’, ‘Emosi Distorsi’ dan ‘Parodi Diorama Kelam’. Lagu-lagu mereka kaya akan pola dan variasi dan tentunya dengan triplet-triplet sadis dari Boni (gitar) dan Valy (gitar) ala good old skool thrash. Mereka menunjukkan bahwa debut album mereka yang akan dirilis Maret ini layak ditunggu. Bila Zi Factor memiliki Ezra dan Eddy, maka di Lucretia ada dynamic duo shredder, Nino dan Oki. Membuka lewat instrumental neoklasik metal 'Concerto' milik Cacophony, yang tanpa jeda langsung dilanjutkan ke 'Holy War' dan 'Tornado of Souls'. Intens!! Sedikit berbasa-basi, Icha (Lilith Project) naik untuk bergabung pada lagu lawas Deep Purple 'Burn' namun dimainkan dengan versi thrash dengan hyperblast drumming dan arpeggio-arpeggio solo. Setelah lagu sendiri 'Hitam', penampilan ditutup oleh 'In My Darkest Hour' dari Megadeth. Sebuah lagu cinta yang menjadi pengantar seorang Hens (drummer 686) yang malam itu bergabung di stage untuk terakhir kalinya tampil di scene metal Jakarta.
Boleh beristirahat?...belum, bagi crowd bermental lemah mungkin sudah menyerah karena Akhir menjadi penjahat berikutnya. Tepat sekali seakan dengan lingkungan sekitar, intro 'Am I Evil' berkumandang. Dilanjutkan dengan 'Thank You' milik sendiri, Jeff dengan Ibanez RG2620, Ndee (bass), Deny (drum) membombardir tanpa ampun lewat 'Slave New World' dan 'Troops of Doom' milik Sepultura Penyiksaan masih panjang dari selesai, karena Aksi Terror dengan beringas mengisi kelamnya malam itu..Brutal!!!. Dilanjut oleh Gigantor. Dengan formasi bertiga tanpa Rizky, Barata (Bass) mengisi kekosongan vokal. Malam menunjukkan lewat dari pukul 02.00 dinihari ketika hawa jahat mulai pergi namun tetap dengan distorsi tinggi dari Blodwen dan Arigami menutup perhelatan kejam malam itu. Wisnu Oracle yang juga hadir merasa malam itu serasa kembali ke era Pid Pub belasan tahun lalu karena ukuran venue dan suasana yang didapat. Namun sayangnya hal ini tidak disertai kematangan penyelenggara mulai dari turunnya tensi saat pergantian band sampai ketidaksiapan rundown, sehingga seorang Jeff Martono (Akhir) yang bukan pelaksana sampai tunggang langgang membantu. Semoga kedepannya dapat dipertahankan tegangan tinggi seperti ini dan semoga pihak panitia dapat belajar banyak dari para pelaku dunia underground lain untuk mengelola event dengan band-band sekelas malam ini maupun untuk apresiasi terhadap band yang bermain.
Terasa agak kosong pada saat pergantian antar band karena ketidakmatangan penyelenggara maupun rundown sehingga suasana dan ambient yang susah payah dibangun band terasa hambar saat jeda. Namun atmosfir berubah liar ketika Inlander mengisi stage. Bani (Vokal) menghantam Lumbung Padi dengan ‘Bombardir’, ‘Get it off’, ‘We will Fight’. Pasukan old skool bernostalgia ketika ' Astrozombies' milik Misfits dimainkan. Sesekali dari penonton terdengar siulan dari beberapa fans Tomio (bass).
Tanpa banyak basa-basi, ataupun diselingi band 'lembut', Lilith Project menghancurleburkan para pria yang hadir malam itu. All Female Metal band ini adalah gabungan antara old skool yang diwakili oleh Pima (gitar), Vivi (bass) dan new skool lewat Ika (gitar), Kiki (drum), Icha (vokal). 'Through Struggle' milik As I Lay Dying dan 'Rose of Sharyn' dari Kill Switch Engage menjadi 2 nomor pembuka. Setelah merubah tuning dari drop D ke standar, Kiki membuka lewat intro drumming yang sangat terkenal seantero jagat. Yes, ' Territory' dari Sepultura dan ditutup oleh ' People Of The Lie ' dari Kreator dengan solo-solo yang dimuntahkan Pima via excalibur klasiknya, Ibanez RG 570 desert yellow. Meski hantu-hantu Jeruk Purut mungkin telah keluar sarangnya karena distorsi tegangan tinggi, band progresif metal Zi Factor tanpa ampun menghantam kembali. Twin shredding brothers dari Ezra dan Eddy membelalakkan mata penonton akan keajaiban 6 senar.
Seolah malam itu ada klinik gitar extra. Giliran berikutnya adalah para pasukan muda, Social Black Yelling. Umur bukanlah batasan untuk kualitas dan kekayaan musik dibuktikan oleh mereka. Bocah-bocah kejam ini memanggil para hantu untuk gentayangan lewat nomor-nomor mereka sendiri, ‘Rudeness beyond the Wall’, ‘Disturbance Teritorry’, ‘Emosi Distorsi’ dan ‘Parodi Diorama Kelam’. Lagu-lagu mereka kaya akan pola dan variasi dan tentunya dengan triplet-triplet sadis dari Boni (gitar) dan Valy (gitar) ala good old skool thrash. Mereka menunjukkan bahwa debut album mereka yang akan dirilis Maret ini layak ditunggu. Bila Zi Factor memiliki Ezra dan Eddy, maka di Lucretia ada dynamic duo shredder, Nino dan Oki. Membuka lewat instrumental neoklasik metal 'Concerto' milik Cacophony, yang tanpa jeda langsung dilanjutkan ke 'Holy War' dan 'Tornado of Souls'. Intens!! Sedikit berbasa-basi, Icha (Lilith Project) naik untuk bergabung pada lagu lawas Deep Purple 'Burn' namun dimainkan dengan versi thrash dengan hyperblast drumming dan arpeggio-arpeggio solo. Setelah lagu sendiri 'Hitam', penampilan ditutup oleh 'In My Darkest Hour' dari Megadeth. Sebuah lagu cinta yang menjadi pengantar seorang Hens (drummer 686) yang malam itu bergabung di stage untuk terakhir kalinya tampil di scene metal Jakarta.
Boleh beristirahat?...belum, bagi crowd bermental lemah mungkin sudah menyerah karena Akhir menjadi penjahat berikutnya. Tepat sekali seakan dengan lingkungan sekitar, intro 'Am I Evil' berkumandang. Dilanjutkan dengan 'Thank You' milik sendiri, Jeff dengan Ibanez RG2620, Ndee (bass), Deny (drum) membombardir tanpa ampun lewat 'Slave New World' dan 'Troops of Doom' milik Sepultura Penyiksaan masih panjang dari selesai, karena Aksi Terror dengan beringas mengisi kelamnya malam itu..Brutal!!!. Dilanjut oleh Gigantor. Dengan formasi bertiga tanpa Rizky, Barata (Bass) mengisi kekosongan vokal. Malam menunjukkan lewat dari pukul 02.00 dinihari ketika hawa jahat mulai pergi namun tetap dengan distorsi tinggi dari Blodwen dan Arigami menutup perhelatan kejam malam itu. Wisnu Oracle yang juga hadir merasa malam itu serasa kembali ke era Pid Pub belasan tahun lalu karena ukuran venue dan suasana yang didapat. Namun sayangnya hal ini tidak disertai kematangan penyelenggara mulai dari turunnya tensi saat pergantian band sampai ketidaksiapan rundown, sehingga seorang Jeff Martono (Akhir) yang bukan pelaksana sampai tunggang langgang membantu. Semoga kedepannya dapat dipertahankan tegangan tinggi seperti ini dan semoga pihak panitia dapat belajar banyak dari para pelaku dunia underground lain untuk mengelola event dengan band-band sekelas malam ini maupun untuk apresiasi terhadap band yang bermain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar